Minggu, 29 Juli 2012

DANA BOS, KEBIJAKAN PENDIDIKAN MASIH COBA-COBA

DANA BOS, KEBIJAKAN PENDIDIKAN MASIH COBA-COBA
Oleh : Garmawandi  *)


A.    Pendahuluan
Kebijakan pendidikan tahun 2011 dinilai bersifat coba-coba tanpa kajian teori dan studi empiris. Kebijakan tanpa desain besar berjangka panjang. Ini terlihat dari penyaluran dana bantuan operasional sekolah, sertifikasi guru, dan rintisan sekolah bertaraf internasional---demikian tulisan yang dimuat pada Harian Kompas, edisi Kamis tanggal 29 Desember 2011 dengan judul “Kebijakan Pendidikan Masih Coba-coba”.
Miris memang bila membaca tulisan di atas, sebuah program pembangunan nasional di bidang pendidikan yang masih berkutat masalah benar, tepat dan menyentuh masyarakat banyak. Dana Bantuan Operasional Sekolah, atau lebih dikenal dengan singkatan BOS memang sejak diluncurkan tahun 2005 sebagai kebijakan politik pemerintah untuk mengatasi dampak dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat berdampak kepada pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, kesehatan dan pendidikan, khususnya bagi kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Dana BOS diluncurkan untuk membebaskan masyarakat dari biaya pendidikan, khususnya bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban siswa yang lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, kebijakan politik yang sangat baik dan menyentuh kalangan masyarakat bawah. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara kebutuhan memang sangat menyentuh bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mereka, terutama kelompok masyarakat miskin yang sulit mendapatkan pendidikan yang menggunakan biaya mahal. Dana BOS sebagai antisipasi kepentingan kebutuhan pendidikan memang sangat tepat untuk dilakukan terutama bagi Bangsa Indonesia yang tergolong negara sedang berkembang dan masyarakatnya masih banyak yang belum sempat untuk memperoleh pendidikan, baik dikarenakan oleh faktor ekonomi, geografis, demografis ataupun karena faktor politik serta keamanan (daerah konflik).
Melalui program ini pemerintah pusat memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat SD dan SMP untuk membantu mengurangi beban biaya pendidikan yang harus ditanggung oleh orang tua siswa.  Dana BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat, besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid atau peserta didik (Juknis Dana BOS, 2005: 2).
Namun dalam pelaksanaan, kebijakan ini  menuai kritik pedas dari lembaga penyelenggara pendidikan, organisasi pendidikan serta lembaga-lembaga non profit pemerhati pendidikan dan lembaga swasta yang penduli dengan kemajuan pendidikan di Indonesia. Permasalahan yang muncul sejak dari awal diluncurkannya kebijakan tersebut antara lain (1) dana yang selalu terlambat untuk disalurkan, (2) penggunaan dana yang kaku atau tidak fleksibel, (3) administrasi yang berbelit-belit, (4) rumitnya prosedur pencairan dan pelaporan, (5) prosedur penggunaan yang ketat, serta hal-hal lain yang sangat rumit dan tidak menyentuh kebutuhan penting yang mendesak yang berorientasi kepada kebutuhan potensi suatu sekolah. Dengan kata lain peluncuran kebijakan BOS semacam kebijakan setengah hati dan hanya kepentingan populis pemerintah yang ingin disanjung oleh rakyat.
Permasalahan yang sangat mencolok sejak tahun 2006 hingga saat ini secara krusial yakni selalu terlambatnya penyaluran dan pengucuran dana BOS tersebut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam merespon kebutuhan pendidikan dan kepentingan sekolah sebagai pelaksana pendidikan dilapangan, di mana dengan keadaan sekolah gratis, namun dana yang disiapkan tidak kunjung datang membuat operasional penyelenggaraan pendidikan di sekolah sangat terhambat,  sementara operasional sekolah tetap harus berjalan dan sangat membutuhkan dana tersebut dalam waktu cepat. Kondisi ini semakin berlarut-larut dengan sulit dan rumitnya yang dimulai dengan prosedur pembuatan proposal serta pencairan dana yang rumit dikarenakan sistem birokrat yang berbelit-belit. Ibarat perut yang sedang kelaparan, apakah kita akan selamanya tetap berpuasa sambil menunggu datangnya uang untuk membeli makan (http://www.hminews,com., diakses Minggu, 01 Januari 2012).
Jadi, pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo pada evaluasi akhir tahun pendidikan, Rabu (28/12), di Jakarta. “banyak program pendidikan yang di buat sebagai respon instan terhadap isu dan permasalahan sesaat”, ujarnya, ia mencontohkan mekanisme penyaluran BOS yang  berubah-ubah. Permasalahan yang sama diungkap juga oleh Menko Kesra, Agung Laksono yang mengatakan hingga kini ada 276 kabupaten kota belum menyalurkan dana BOS triwulan ke IV tahun 2011, antara lain di Papua dan NTT.
Jika kita melihat gambaran di atas, berdasarkan kajian teoritis manajemen, maka yang muncul pertama di benak kita adalah (1) masih kurang pasnya perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat mengenai mekanisme penyaluran dana BOS, (2) lemahnya sistem pengorganisasian tata kerja penyaluran dana BOS, bahkan terkesan berbelit-belit dan tidak terorganisasi dengan rapih, (3) rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam merespon keinginan pemerintah daerah untuk secara tuntas dan cepat menyalurkan dana BOS ke lembaga pendidikan, dan ada kesan sengaja diperlambat karena tidak menguntungkan pihak-pihak tertentu, serta (4) rendah dan lemahnya kontrol pengawasan dan pengendalian dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyaluran dan pemanfaatan dana BOS di daerah dan di sekolah akibat dari kendala birokrasi dan otonomi daerah.
Apakah akan selamanya dana BOS ini bermasalah dari dulu hingga ke depan ? Bagaimanakah dana BOS akan majukan pendidikan di Indonesia ?

B.     Kebijakan BOS dalam Pendidikan
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan upaya kebijakan politik pemerintah yang ingin membantu masyarakat indonesia agar semua rakyatnya bisa mengenyam pendidikan, sebagai implementasi dari pelaksanaan dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Konsekwensi dari hal tersebut, maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat).
Kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan dikhawatirkan akan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin, yang berdampak kepada terhambatnya penuntasan Program Wajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, karena penduduk miskin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.
Seiring meningkatnya beban subsidi BBM yang harus dibayar pemerintah karena semakin meningkatnya harga BBM dunia, maka pemerintah pada bulan Maret dan Oktober 2005 melakukan pengurangan subsidi BBM secara drastis yang kemudian berdampak pada sektor kesehatan dan pendidikan. Di mana pada sektor kesehatan yang ditandai dengan semakin rendahnya daya tawar masyarakat untuk melakukan pengobatan atas penyakit yang dideritanya, dibidang pendidikan dengan ditandai antara lain banyaknya siswa putus sekolah karena tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah, serta ketidakmampuan siswa membeli alat tulis dan buku pelajaran dalam rangka mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Guna memperkecil dampak kenaikan harga BBM di sektor pendidikan, masyarakat langsung merasakan dampak dari kenaikan harga BBM dengan melambungnya harga kebutuhan pokok, kesehatan dan pendidikan yakni masyarakat ekonomi menangah ke bawah (Juknis Dana BOS, 2005: 1).
Pembebasan ataupun peringanan biaya opersional sekolah tentunya mutlak perlu dinikmati oleh para pelajar tanpa hambatan prosedural dan kejahatan korupsi (http://www.hminews.com, di akses Minggu, 01 Januari 2012).
Sebagai upaya untuk mengatasi dampak dari kenaikan harga BBM itu, kemudian pemerintah merealokasi sebagian besar anggarannya pada empat program besar yaitu (1) program pendidikan, (2) kesehatan, (3) infrastruktur pedesaan, dan (4) subsidi langsung tunai (SLT). Untuk bidang pendidikan kemudian dikenal dengan Program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa yang tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa lain dalam rangka mendukung pencapaian Program Wajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

C.    Dana BOS yang Penuh dengan Masalah
Program spektakuler tersebut kemudian menuai kritik pedas dari semua kalangan yang peduli dan mengerti pendidikan. Di mana ternyata program tersebut tidak siap untuk digelontorkan sebagai upaya mencapai sukses tujuan, karena program itu kemudian terkesan sebagai program coba-coba yang tidak siap secara manajemen.
Bukti nyata dari ketidaksiapan dan terkesan coba-coba itu adalah (1) pemerintah pusat tidak ada keputusan yang tepat mengenai siapa dan bagaimana sistem penyalurannya yang baku, dalam arti kata bahwa penyalurannya harus tepat waktu dan tidak menunda-nunda, sehingga pelaksanaannya efektif dan efisien dan berasas manfaat; (2) tidak adanya prosedur administrasi yang baku tentang sistem penyaluran, sehingga terkesan selalu ingin mencari formulasi yang berakibat terhambatnya penyaluran ke bawah; (3) tidak ada standar waktu yang tepat tentang kapan, bagaimana dan serta batas waktu tentang pencairan dan pelaporan, sehingga membuat sekolah terkesan membuat program dan menggunakan dana terkesan hanya formalitas, dan ini akan berakibat membangun sistem yang korup; (4) tidak memihak pada masyarakat miskin atau masyarakat yang membutuhkan, di mana semua orang termasuk orang kaya, bahkan anak pejabat pun atau bahkan kalau memang mungin anak presiden pun akan tetap menikmati subsidi tersebut yang seharusnya mereka tidak lagi menikmati bantuan tersebut; (5) tidak adanya komitmen yang pasti diantara pemerintah daerah, khususnya pejabat dan stakeholder untuk menyukseskan program ini.
Dari gambaran sederhana di atas, timbul pertanyaan pada kita semua, efektif dan efisienkah program dana BOS dilaksanakan di negara Indonesia tercinta ini ? Kenyataan seperti ini menunjukkan masih lemahnya manajemen (mis management) pengelolaan dana BOS pada tingkat lembaga pendidikan. Pola yang telah lama ini terulang terus bertahan akibat dari lemahnya sistem pengawasan dan pengendalian dari Pemerintah Daerah dan Kementerian Pendidikan Nasional (http://www.hminews.com, diakses Minggu, 01 Januari 2012).

D.    BOS Sebagai Kebijakan Ideal, Namun Tidak Terencana Dengan Matang
Jika dilihat dari munculnya sejak tahun 2005 hingga saat ini, konsep yang keliru mungkin adalah sistem perencanaan (planning) nya yang tidak matang. Artinya konsep ini masih dan akan terus mencari formulasi yang tepat dalam penyelanggaraan  programnya. Ketika perencanaannya belum matang, jelas apabila dijalankan dilapangan akan tetap menimbulkan permasalahan walaupun tujuan dari pelaksanaan tepat. Perencanaan yang tidak baku sulit untuk menentukan strategi yang tepat untuk dilakukan dalam mencapai tujuan.
Dalam konsep perencanaan harus dijelaskan dengan tepat, apa dan siapa yang menjadi sasaran tujuan. Jika tujuannya yang ingin dicapai jelas, akan memudahkan kita untuk menetapkan strategi pencapaian tujuannya.
Menurut Usman (2011: 66), perencanaan adalah kegiatan yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan. Menurut Jones (2009: 8) dalam bukunya Contemporary Management bahwa “planning is identifying and selecting appropriate goals” (perencanaan adalah mengidentifikasi dan memilih tujuan yang tepat). Sedangkan menurut Handoko (2009), perencanaan (planning), adalah 1) pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan, 2) penentuan strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur, metoda, sistem, anggaran, standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk memilih, mengidentifikasi, menyeleksi tujuan organisasi yang tepat.
Ada tiga langkah yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan, yaitu (1) menentukan tujuan apa yang akan dicapai organisasi; (2) menentukan strategi yang diadopsi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut; (3) menentukan bagaimana mengalokasikan sumber daya organisasional dalam menjalankan strategi untuk mencapai organisasi (Jones, 2009: 8). Perencanaan diperlukan dalam organisasi karena a) perencanaan memberikan arah kepada manajer dan non manajer untuk mengetahui apa yang harus dicapai dalam mencapai tujuan; b) perencanaan mengurangi ketidakpastian dengan mendorong para manajernya memandang ke depan,mengantisipasi perubahan, mempertimbangkan dampak perubahan, dan mengembangkan respon yang tepat; c) perencanaan meminimalkan pemborosan dan kekosongan, sehingga dapat meminimalkan ketidakefisienan; d) perencanaan menetapkan tujuan atau standar yang digunakan dalam pengendalian (Robbins, 2010: 191).
Dari gambaran di atas, jelas sudah bahwa perencanaan sangat penting dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Artinya, kebijakan Dana BOS yang dibuat oleh pemerintah harus terencana dengan jelas untuk tujuan apa kegiatan itu dibuat, bagaimana strategi yang harus dibuat untuk mencapai tujuan, dan bagaimana sumber daya organisasional yang harus dialokasikan. Artinya perencanaan yang dibuat tentang dana BOS ini harus terencana dengan matang pada tingkat atas, menengah dan di bawahnya sehingga arah untuk pencapaian tujuan sangat jelas.
Perencanaan yang tidak matang, jelas tidak akan mudah untuk menetapkan dan menentukan struktur kerja dan siapa yang menjadi pelaksana kegiatannya dilapangan. Kegiatan pengorganisasiannya juga tidak siap. Siapa menyuruh siapa, siapa yang ingin didelegasikan, serta siapa memonitor siapa. Konsep pengorganisasiannya tidak baku dan juga terkesan masih mencari formulasi yang tepat. Ini dibuktikan dengan masih berubah-ubahnya lembaga yang mengelola dan menyalurkan dana BOS dengan sistem desentralisasi. Di mana dari tahun ke tahun sistem penyalurannya berubah-ubah, semua dana diusulkan langsung ke pusat melalui Dinas Pendidikan di kabupaten/kota dan langsung diterima ke rekening sekolah. Tahun berikutnya berubah, karena tidaak adanya keseragaman pencairan dan penyaluran, dana BOS yang dibuat di sekolah dan dikoordinir oleh dinas pendidikan dan instansi terkait, kemudian diusulkan dan disalurkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi masing-masing. Kebijakan ini tambah sulit dan runyam, di mana birokrasi semakin panjang dan menambah beban biaya operasional, khususnya untuk daerah kepulauan dan terpencil. Tahun 2009, dana BOS masuk rekening pemeintah daerah kabupaten/kota dengan menyatu dalam dana APBD didaerah. Dimasukkannya dana BOS ke kas pemerintah kabupaten/kota bertujuan untuk memotong birokrasi yang panjang yang semakin memperlambat penyaluran dana BOS ke sekolah. Ternyata juga masih mencari formulasi, di mana di kabupaten/kota ternyata sistem birokrasinya juga lebih parah dan sulit.
Dari kenyataan tersebut, jelaslah sudah bahwa kebijakan dana BOS memang program coba-coba. Akibatnya muncul saling salah menyalahkan, ujungnya adalah tidak optimalnya pelayanan pendidikan di sekolah, karena terhambat oleh sistem birokrasi yang rumit dan sulit di daerah. Keadaan itu ternyata diketahui oleh pemerintah pusat, seperti diungkapkan oleh Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat yang menyatakan bahwa terlambatnya penyaluran dana BOS ke sekolah karena dana tersebut tercampur dalam APBD di daerah (Kompas, 28 Desember 2011). Sebagai contoh, tahun 2010 dimana pelaksanaan UN SD dan SMP yang dilaksanakan sekitar bulan Mei 2010 tidak terantisipasi dengan pencairan dana BOS sebelum UN dilaksanakan. Pertanyaannya, bagaimanakah sekolah ingin sukses melaksanakan UN tersebut. Jelas sulit, kepala sekolah harus mencari dana talangan terlebih dahulu untuk siap melaksanakan UN yang kemudian akan diganti apabila dana BOS cair. Suatu kebijakan yang membohongi rakyat !
Artinya dari segi perencanaan dan pengorganisasian berdasarkan konsp manajemen, jelas penyaluran dana BOS tidak siap dan masih coba-coba. Sehingga sangat sulit untuk menyukseskan pedidikan gratis di Indonesia.

E.     Konsep Penyaluran Dana BOS yang Tepat Sasaran
Sebuah program tidak akan sukses dan mencapai tujuan secara efisien dan efektif jika tidak direncanakan dengan matang, dilakukan dengan pengorganisasian yang tepat, dipimpin oleh orang yang mengerti dan punya komitmen yang baik serta tidak mempunyai jiwa kepemimpinan manajamen yang hebat agar mencapai tujuan dengan pasti, menguntungkan semua pihak dan mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Keberhasilan akan dicapai bila semuanya punya komitmen dan sepakat bahwa tujuan adalah segala-galanya. Bukti keberhasilan dan tercapainya tujuan dapat dicapai bila sistem yang mengawasi dan mengontrol pelaksanaan kegiatan berjalan optimal, kekurang dibahas untuk dicari solusi, dan jika sudah berhasil dicarikan formulasi yang lebih tepat lagi sehingga pencapaian tujuan lebih efisien dan efektif lagi.
Akibatnya yang muncul adalah bagaimana program dana BOS ini tepat tujuan, tepat sasaran, terencana dengan matang, terorganisasi dengan baik, dikelola oleh pemimpin yang baik dan berkomitmen serta beretika baik yang bisa mengontrol pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Pertanyaannya adalah bagaimanakah sistem penyaluran dana BOS yang tepat. Hemat kita adalah sasaran dari dana BOS itu adalah siswa kurang mampu dan institusi pendidikan SD dan SM sederajat. Maka yang jelas adalah karena SD dan SMP itu terletak di desa dan kecamatan, alangkah baiknya perencanaannya dilakukan ditingkat kecamatan dan kabupaten kota. Perencanaan administrasi diserahkan pengelolaannya di tingkat kecamatan untuk SD dan ditingkat kabupaten untuk SMP. Agar cepat penyalurannya, maka pemerintah kabupaten/kota harus sudah dapat mengestimasi kebutuhan dana yang dibutuhkan pada setiap tahun anggarannya, dengan asumsi angka peserta didik pada tahun sebelumnya.
Dari estimasi tersebut, pemerintah daerah sudah jelas bisa memprediksi angka butuhan anggaran yang harus diminta ke pemerintah pusat, dan sebagai program pemerintah pusat, maka pemerintah pusat harus sudah siap untuk mencairkan dana BOS tersebut ke daerah dengan angka estimasi sebagai dana awal yang sudah dicairkan di Kantor Pos di tiap kecamatan. Mengapa Kantor Pos ? Karena kantor pos merupakan sebuah lembaga milik negara yang sebagian kerjanya mengelola uang serta selalu ada ditiap kecamatan dan dekat dengan masyarakat bawah, maka sebaiknya melalui kantor pos lah dana BOS itu sebaiknya disalurkan kepada sekolah. Permasalahan yang muncul lagi sekarang adalah  apakah pemerintah pusat siap menyalurkan dana tersebut secara awal ke daerah. Masih perlu diuji komitmen dan kebenarannya .
Jadi secara sederhana, proses perencanaan kebutuhan lembaga pendidikan, khususnya sekolah hanyalah  diketahui oleh daerah dan sekolah itu sendiri. Maka sebaiknya, kebijakan perancanaan tetap ada di daerah (provinsi dan kabupaten/kota), dan pemerintah pusat melakukan estimasi angka kebutuhan dana sampai dengan semester pertama. Kemudian di semester kedua, jelas dapat diketahui dengan pembuatan proposal kebutuhan dan angka anggaran yang diiginkan, sehingga kemudian akan diketahui angka kebutuhan pasti dana yang dibutuhkan di kabupaten/kota. Jadi proses perencanaanya harus matang yang berasumsi dengan estimasi kebutuhan agar semuanya bisa berjalan dengan cepat, tepat dan akurat. Terjadinya keterlambatan penyaluran dana BOS sampai ke sekolah dikarenakan kurang matangnya perencanaan dan strategi kegiatan ditingkat daerah dalam mengimplementasikan rencana dan tujuan yang dibuat oleh pemerintah pusat, sehingga keterlambatan itu membuat segala aktivitas sekolah tertunda dan bahkan terjadi proses hutang terlebih dahulu oleh sekolah kepada pihak lain agar dapat melaksanakan kegiatan operasional sekolah, sambil menunggu penyaluran dana dari pemerintah pusat dan daerah. Kejadian ini akan memungkinkan terjadinya kebocoran penggunaan dana BOS oleh sekolah bila tidak dilakukan antisipasi dan pengawasan secara efektif.

F.     Kontrol Penggunaan Dana BOS harus Dilakukan dengan Jelas dan Ketat
Tahapan keempat dalam kegiatan manajemen yaitu Controlling (pengendalian atau pengawasan). Tahapan ini penting dilakukan untuk mengetahui sampai sejauhmana kegiatan organisasi telah berjalan sesuai rencana. Banyak kasus-kasus yang terjadi dalam organisasi adalah akibat masih lemahnya pengendalian sehingga terjadilah berbagai penyimpangan antara yang direncanakan dengan yang dilaksanakan (Usman, 2011: 503).
Terjadinya ketidakefektifan pelaksanaan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi dikarenakan kurangnya kontrol pada pelaksanaan kegiatan yang dilakukan. Istilah Controlling atau pengendalian menurut Jones (2010:12) adalah mengevaluasi sejauhmana sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuannya dan mengambil tindakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kinerja. Pengendalian ialah proses pemantauan, penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut.
Dalam permasalahan dana BOS yang terlambat disalurkan ke daerah yang berimplikasi terhadap kurang efektifnya pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, dikarenakan perencanaan yang dibangun oleh pusat sulit diserap dan dilaksanakan di daerah. Hal itu terjadi tidak adanya sinkronisasi antara perencanaan dan strategi yang ditetapkan, serta lemahnya tingkat pengendalian dan pengawasan di daerah. Artinya bahwa penyaluran dana BOS ke tingkat sekolah harus disalurkan melalui jalur yang sangat mudah, cepat dan akurat, sehingga pemanfaatan dana tersebut dapat secepatnya diterima dan dilaksanakan pemanfaatannya oleh sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan.
Hal lain yang penting dilakukan kemudian adalah bagaimana melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap dana yang disaluran sehingga berjalan efektif dan efisien serta bermanfaat bagi sekolah. Adapun tujuan pengawasan dan pengendalian dalam organisasi organisasi menurut Usman (2011: 503-504) yaitu :
1)      Menghentikan dan meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakadilan;
2)      Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakadilan;
3)      Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik;
4)      Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas organisasi;
5)      Meningkatkan kelancaran operasi organisasi;
6)      Meningkatkan kinerja organisasi;
7)      Memberikan opini atas kinerja organisasi;
8)      Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada, dan
9)      Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.

G.    Upaya Penyelesaian Masalah dan Solusi Manajemen
Seperti yang telah dibicarakan diawal, bahwa timbulnya permasalahan dari kebijakan dana BOS ini adalah proses perencanaan yang tidak matang dan lemahnya pengawasan dan pengendalian terhadap kebijakan yang dibuat untk harus dilaksanakan. Untuk mengatasi hak tersebut, maka upaya awal yang harus dilakukan antara lain yaitu :
1)      Melakukan perencanaan yang tepat terhadap kebijakan yang dibuat, khususnya dalam hal proses penyaluran ke lembaga pendidikan yang membutuhkan, yakni sekolah.
Seperti diungkapkan di atas, perencanaan adalah kegiatan awal yang dilakukan dalam kegiatan manajemen. Manajemen adalah aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara efisien dan efektif (Robbins, 2010: 7). Langkah awal dalam kegiatan manajemen yaitu perencanaan (planning), dimana seorang manajer akan mendifinisikan sasara-sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan mengembangkan rencana kerja untuk memadukan dan mengkoordinasikan berbagai aktivitas menuju sasaran-sasaran tersebut (Robbins, 2010: 10). Dalam hal perancanaan kebijakan dana BOS, hendaknya kebijakan tersebut diarahkan kepada bagaimana dana tersebut tersalurkan dengan cepat, tepat dan tidak berbelit-belit, sehingga dana tersebut dapat digunakan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu diperlukan perencanaan dengan mengatur strategi penyaluran yang tepat dan cepat dengan melibatkan kerjasama dengan pihak terkait.

Upaya perencanaan yang tepat agar dana itu tepat waktu dan sasaran dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Pemerintah pusat sudah bisa melakukan estimasi terhadap jumlah dana yang dibutuhkan ditiap daerah, berdasarkan angka tahun sebelumnya dan melakukan prediksi dan estimasi terhadap kebutuhan dana tahun bersangkutan berdasarkan angka yang diusulkan oleh tiap daerah tingkat dua, serta membuat dan menentukan kerangka acuan terhadap sekolah dan pemerintah kabupaten/kota sebagai penerima dana BOS berupa juknis dan juklak tentang pelaksanaan penggunaan dana BOS, serta aturan-aturan lain yang dibutuhkan yang bersifat mempermudah dan memotong alur birokrasi penyaluran yang dianggap rumit dan menghambat.
b.      Pemerintah pusat sudah harus menyalurkan dana BOS lebih awal sebelum kegiatan pembelajaran sekolah dilakukan dengan melibatkan dinas pendidikan yang terkait di tingkat provinsi untuk menyalurkan dana BOS ke sekolah, dengan melibatkan kantor pos terdekat dengan sekolah.
c.       Dinas Pendidikan di kabupaten/kota bersama dengan sekolah harus lebih awal sudah harus siap membuat proposal acuan dan rencana kerja terhadap penggunaan dana BOS yang akan diterima.
d.      Pemerintah provinsi melalui dinas pendidikan sudah harus segera menyalurkan dana BOS ke kantor pos terdekat untuk segera dicairkan dan dapat secepatnya dimanfaatkan oleh sekolah.

2)      Melakukan pengawasan dan pengendalian sebagai bentuk kegiatan kontrol terhadap kebijakan dana BOS agar berjalan efisien dan efektif.
Pengawasan dan pengendalaian penting dilakukan agar rencana dan pelaksanaan kerja terhadap penyaluran, pencairan, pemanfaatan dana BOS sesuai dengan ketentuan. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya ganguan dan hambatan serta penyimpangan terhadap kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan. Pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk memantau, melakukan penilaian, dan pelaporan rencana atas pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut. Artinya, bahwa pengawasan dan pengendalian ini penting dilakukan terhadap penyaluran dan pemanfaatan dana BOS agar sesuai dengan rencana kebijakan yang dibuat.

Dalam hal pengawasan dan pengendalian terhadap penyaluran dan pelaksanaan dana BOS sebaiknya dilakukan :
a.       Pengawasan penyaluran dana BOS dilakukan oleh lembaga independen dan mempuyai hak otoritas terhadap audit keuangan, seperti inspektorat dan BPKP ditingkat provinsi, dan Inspektorat di tingkat pemerintah kabupaten/kota.
b.      Pengawasan dan penyaluran serta pemantauan dan supervisi manajerial dana BOS ditingkat sekolah dilakukan oleh pengawas sekolah bersama-sama dengan komite sekolah, serta pihak ketiga yang sekaligus berfungsi sebagai konsultan kegiatan di ssekolah yang bersifat independent.
c.       Melakukan pengawasan dan pengendalian kegiatan terhadap ketercapaian penggunaan dana BOS di sekolah dengan melakukan monitoring dan audit keuangan setiap 3 bulan sekali terhadap ketercapaian kinerja penggunaan dana BOS oleh sekolah.
d.      Membantu dan mendampingi sekolah dalam pembuatan laporan keuangan dan kinerja terhadap ketercapaian penggunaan dana BOS di sekolah dengan melibatkan pihak ke tiga yaitu konsultan kegiatan atau komite sekolah.
Pengawasan dan pengendalian terhadap penyaluran dan penggunaan dana BOS ini penting dilakukan agar dana tersebut tepat sasaran dan kegunaannya.

H.    Penutup
Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ini sangat diperlukan guna membantu suksesnya penyelenggaraan pendidikan gratis di Indonesia, sehingga semua orang atau masyarakat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak sejalan dengan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang digulirkan pemerintah.
Dana BOS akan bernilai manfaat bagi semua masyarakat apabila direncanakan dengan matang baik ditingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta sekolah. Asumsinya adalah apabila sebuah kegiatan atau program direncanakan dengan perencanaan yang baik dan matang sesuai dengan konsep manajemen yang baik, maka akan dapat dilaksanakan dengan tepat sasaran dan waktu sehingga akan tercapai efisiensi dan efektivitas pekerjaan.
Dana BOS selalu menjadi masalah nasional dikarenakan perencanaan penyaluran ditingkat provinsi dan kabupaten/kota selalu terlmbat dikarenakan terlalu panjang, rumit dan berbelit-belit sistem birokrasi penyaluran sehingga sulit untuk sampai ke sekolah sebagai lembaga yang akan memanfaatkan dan membutuhkannya. Artinya jalur birokrasi penyaluran dana dari pusat ke sekolah harus dibuat sesingkat mungkin dengan birokrasi pendek.
Pemerintah pusat, daerah dan sekolah harus berkomitmen dan beretika baik terhadap kebijakan yang dibuat, artinya kebijakan ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memperoleh pendidikan yang layak dan sesuai guna menyukseskan tujuan pendidikan nasional. Komitmen dan etika ini penting karena semua orang harus tanggap atas kebutuhan dan kepentingan nasional.
Dana BOS harus disalurkan melalui jalur yang pendek agar cepat diterima dan dimanfaatkan oleh sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah. Untuk cepat diterima oleh sekolah, pemerintah harus menyalurkan dana BOS secepat mungkin dan menggunakan lembaga keuangan yang terdekat dan tercepat yang berada di daerah sehingga dana BOS mudah untuk disalurkan, lembaga itu yaitu kantor pos.
Pemerintah harus melakukan pengawasan dan pengendalian atas penyaluran dana BOS banik ditingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota serta sekolah melalui lembaga yang independent agar penyaluran dan pemanfaatan dana BOS sesuai dengan tujuan, sasaran dan manfaatnya tercapai. Dan selain itu pemerintah harus menggunakan pihak ketiga sebagai pendampingan guna membantu sukses dan tercapainya penyaluran, pemanfaatan dan pelaporan penggunaan dana BOS di sekolah.

I.       Daftar Pustaka
Depdiknas RI, (2005). Petunjuk Teknis Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Jakarta : Depdiknas RI

Handoko, Hani, (2009). Manajemen (edisi 2). Yogyakarta : BPFE Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

Jones, Gareth, (2009). Contemporary Management. New York : McGraw-Hill Irwin.

Robbins, Stephen, (2010). Manajemen (edisi kesepuluh). Jakarta : Erlangga.
Usman, Husaini, (2011). Manajemen (Teori, Praktik dan Riset Pendidikan). Jakarta : Bumi Aksara.


Bahan Artikel dan Sumber lain :

Harian Umum Kompas, edisi Kamis, 28 Desember 2011. Dana BOS, Kebijakan Pendidikan Masih Coba-Coba.

Artikel tentang : Dana BOS dan Permasalahannya,  yang diakses dari http://www.hminews.com, Minggu, 01 Januari 2012.


































CURRICULUM   VITAE

Nama                           :  GARMAWANDI

Kelas / NIM                :  Kemdiknas 2B Tahun 2011 / 11KD228

Instansi                        :  SMA Negeri 2 Tanjungpandan  - Kabupaten Belitung,     
               Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Alamat Instansi           :  Jalan Jend. Sudirman Km. 07 Perawas Tanjungpandan
                                       Kabupaten Belitung, 33413  Telp. (0719) 22264

Alamat Tinggal           :  Jalan Murai Dalam Rt. 029 Rw. 010 Air Raya
                                       Tanjungpandan – Belitung, 33413

Telp. / No. HP.            :  08117176356 dan 08179852640

Alamat E-mail             :  garmawandi@yahoo.com
                                     garmagina@gmail.com

-------------------------
*) Mahasiswa Pasca Sarjana Kelas Diknas 2B pada FEB MM Universitas
    Gadjah Mada Yogyakarta Program Beasiswa Kemdiknas Tahun 2011


OPINI LAYANAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN

PELAYANAN PENDIDIKAN OLEH GURU DAN SEKOLAH DILIHAT
DARI SUDUT PANDANG SERVICES MARKETING

Oleh Garmawandi *)


A.    Pendahuluan
Sekolah merupakan suatu  organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, yang merupakan salah faktor penentu mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui lembaga pendidikan ini para peserta didik atau siswa, secara mental maupun intelektual digembleng agar dapat mencapai mutu sesuai dengan target yang ditetapkan oleh sekolah Sebagai lembaga pendidikan yang melaksanakan pemberdayaan invidu untuk berubah (change) menjadi lebih baik dan dewasa. Sebagai pendidik dan pengajar, guru sangat dibutuhkan dalam membentuk manusia berkarakter cerdas untuk membangun mutu diri dan mutu pendidikan sekolah, sehingga sekolah mampu berinovasi dan memiliki daya saing yang tinggi dalam skala lokal dan global. Untuk mencapai itu, maka organisasi harus mampu melakukan pekerjaan secara lebih baik, lebih efektif, dan lebih efisien dalam menghasilkan output yang berkualitas tinggi dengan harga yang bersaing. Untuk menghasilkan output yang bersaing, maka pada masa mendatang bukan lagi mengandalkan keunggulan komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif (Umiarso, 2009: 192-193).
Untuk terciptanya pencapaian mutu pendidikan, organisasi sekolah sebagai pelaksana pelayanan pendidikan harus berupaya optimal dalam melakukan proses pembelajaran yang bermutu, sehingga akan dihasilkan peserta didik dengan output yang bermutu pula.
Ujung tombak pencapaian layanan pendidikan yang bermutu sangat erat hubungannya dengan guru sebagai profesi pendidik dalam melakukan layanan pendidikan di sekolah.  Menurut Arcaro (2005), mutu pendidikan di sekolah hanya dapat dicapai bila kepala sekolah, guru dan staff administrasi sekolah serta warga sekolah mampu mengembangkan komitmen yang berfokus pada kepemimpinan, teamwork, kerjasama, akutabilitas dan kebersamaan. Ujung tombak dari pelaksanaan pencapaian mutu pendidikan pada peserta didik harus dilaksanakan oleh guru bersama organisasinya searah dengan tujuan dan komitmen menghasilkan produk pendidikan yang bermutu.
Guru bertanggungjawab atas tercapainya mutu produk pendidikan yang dihasilkan, sehingga dalam melakukan proses, guru harus bersungguh-sungguh membangun dan mencitrakan dirinya sebagai fasilitator, inisiator, mediator, motivator maupun evaluator atas pekerjaan yang dilakukannya. Mutu akan tercapai jika guru dengan tanggung jawabnya berkomitmen tinggi untuk memberikan pelayanan pendidikan bermutu kepada pelanggannnya sesuai dengan tujuan organisasi. Artinya bahwa untuk mencapai mutu layanan pendidikan, harus dilakukan oleh seorang guru yang profesional.

B.     Guru sebagai Pendidik Profesional
Guru adalah sebuah profesi, sebagimana profesi lainnya yang merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggungjawab dan kesetiaan dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan pendidikan. Sebagai sebuah profesi, guru juga adalah pendidik dan pengajar, yang tidak dapat tergantikan dengan semakin hebatnya kemajuan teknologi, sehingga guru dituntut untuk mampu mencintai, menghayati, menyenangi pekerjaannya, serta bertanggungjawab dan berkomitmen tinggi atas pekerjaannya secara profesional.
Guru sebagai teacher memiliki arti sebagai a person whose accupation is teaching others (seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain).  Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 ayat (1) disebutkan bahwa :
“pendidik merupakan tenagaprofesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”

Sehingga dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa guru adalah tenaga profesional yang pekerjaan utamanya mengajar dan mendidik sebagai bentuk pengabdian kepada komunitas belajar (learning community) atau dalam ruang lingkup lebih luas kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Guru sebagai pekerja atau individu yang berada dalam organisasi, harus bekerja secara profesional sebagai bentuk pelaksanaan pekerjaan yang bermutu dan berkualitas tinggi, di mana pada semua jenjang unit usaha dan atau unit organisasi, upaya bersaing dan berinovasi serta berkompetisi sudah merupakan suatu keharusan jika organisasi itu ingin tetap eksis atau bertahan. Untuk mencapai itu, maka setiap organisasi harus mampu secara efisien dan efektif untuk memciptakan dan membangun mutu organisasi. 
Di era yang semakin kompetitif saat ini, setiap bidang usaha atau organisasi harus peduli terhadap kualitas produk. Dalam bidang pendidikan, perihal kualitas juga harus menjadi perhatian utama. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, usaha-usaha tesebut haruslah bermuara pada peningkatan kualitas produk suatu barang tertentu, yang hal itu akan berdampak terhadap serangkaian aktivitas di bidang pendidikan, yang kesemuanya berorientasi pada kualitas atau mutu (Hanik, 2011: 1).
Menurut Sallis (2010), mutu dapat dipandang sebagi sebuah konsep yang absulut dan relatif. Mutu dalam konsep layanan didifinisikan sebagai sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Mutu dalam konteks ini dianggap sebagai  mutu sesuai persepsi (quality in perception), di mana sesuatu dikatakan bermutu hanya  didapat dan difinisikan sendiri dari orang yang melihat atau merasakannya (yaitu pelanggan). Difinisi ini sangat penting, karena pelangganlah yang membuat keputusan terhadap suatu mutu.
Sebagai salah satu upaya menciptakan mutu pendidikan di sekolah, maka diperlukan upaya sepakat pencapaian tujuan organisasi yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru dan semua unsur sekolah melalui semangat dan komitmen yang tinggi dengan saling berkerjasama dan berkemitraan. Menurut Arcaro (2005), mutu pendidikan di sekolah hanya dapat dicapai bila kepala sekolah, guru dan staff administrasi sekolah serta warga sekolah mampu mengembangkan komitmen yang berfokus pada kepemimpinan, teamwork, kerjasama, akutabilitas dan kebersamaan.
Guru profesional menurut Suhertian (1995), memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut :
1)   memiliki kemampuan sebagai ahli dalam bidang mendidik dan mengajar,
2)   memiliki rasa tanggungjawab, yaitu mempunyai komitmen dan kepedulian terhadap tugasnya, dan
3)   memiliki rasa kesejawatan dan menghayati tugasnya sebagai suatau karier serta menjunjung tinggi kode etik jabatan guru.

C.    Guru Sebagai Pelayanan Pendidikan
Jika dilihat dari UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat (1) di atas tadi, jelas dapat disimpulkan bahwa guru adalah tenaga profesional yang pekerjaan utamanya adalah mengajar dan mendidik sebagai bentuk pengabdian kepada komunitas belajar. Makna mengajar dan mendidik sebagai bentuk pengabdian ini dapat kita taafsirkan sebagai sebuah pekerjaan yang memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat.
Sebagai pemberi layanan pendidikan melalui kegiatan mengajar dan mendidik ini, guru melakukan aktivitasnya dalam konteks pendidikan yang berfungsi sebagai fasilitator, mediator maupun evaluator. Sebagai fasilitator, guru melakukan kegiatan secara bersama pada individu atau kelompok yang berkonsekuensi terjadinya perubahan pola hubungan antara siswa dan guru dalam bentuk kemitraan. Makna pelayanan pada pola kemitraan ini merupakan sesuatu yang utuh karena masing-masing pihak akan saling bertukar pikiran, berbagi ide, pendapat dan hal-hal yang dapat membangun perubahan diri ke arah yang lebih baik. Fungsi pelayanan sangat jelas disini, karena guru merupakan orang dekat “sahabat” dari siswa.
Dalam memberikan pelayanan sebagai konsep kemitraan ini, tak menutup kemungkinan terjadinya informasi tertutup antara guru dan siswa sebagai sebuah mitra belajar. Konsep pelayanan akan menjadi bias dan masing-masing pihak akan mengklaim bahwa pelayanan telah berjalan baik dan membawa perubahan. Namun konsep kepuasan yang diberikan guru sebagai fasilitator akan dimaknai lain oleh siswa. Apabila interaksi antar kedua belah pihak berjalan sinergis, dan siswa merasa mendapat kepuasan dari pelayanan guru, maka konsep kepuasan ini akan berdampak, bahwa pelayanan yang dierikan oleh guru dalam bentuk interasi, komunikasi sebagai bentuk kegiatan pelayanan akan bermakna bahwa telah terjadi pelayanan bermutu. Kepuasan siswa atas pelanggan yang telah memenuhi standar dan kreteria kepuasan (walaupun bersifat abstrak) pelanggan maka pelayanan itu adalah pelayana  bermutu.
Guru sebagai orang yang mentranfer ilmu pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma  siswa yang dapat merubah prilaku menjadi lebih bermakna dan dewasa merupakan satu kegiatan pelayanan pendidikan. Transfer bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau individu, jika diterima dengan baik, dan tercapai kepuasan dan tidak adanya zero complain dari yang diberikan itu, maka bentuk pelayanan pendidikan yang diberikan oleh guru pada siswa dalam pelayanan pendidikan dapat dianggap guru te;ah memberikan pelayanan bermutu kepada konsumennya.
Untuk mampu melaksanakan transfer pelayanan kepada siswa, maka seorang guru harus memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengalaman sehingga pelayanan yang diberikan dapat memuaskan. Menurut Moh. Uzer (2005), Guru adalah seorang yang profesional yang memiliki kemampuab dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia akan mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

D.    Sekolah Yang Bermutu Dalam Pelayanan Pendidikan
Mutu yang baik merupakan dambaan setiap orang, terlebih dalam bidang pendidikan. Mutu pendidikan biasanya  terdiri dari beberapa indikator dan komponen yang saling barkait. Komponen dan variabel yang menetukan terwujudnya mutu pendidikan yang baik secara umum, masih dikaitkan dengan sistem, kurikulum, tenaga pendidik, peserta didik, PBM, anggaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan belajar, budaya organisasi, kepemimpinan dan lain sebagainya (Onisimus, 2010: 138). Mutu pendidikan tidak dilihat dari hasil UN dan hasil test belajar siswa. Mutu adalah serangkaian proses sampai dengan outpun, dan outcome. Dalam konteks pendidikan kualitas dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.          
Sekolah berkualitas adalah sekolah yang mampu mewujudkan siswa-siswa yang bermutu, yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu manusia yang cerdas, terampil, dan berbudi pekerti luhur, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta memiliki kepribadian yang baik.
Sekolah berkualitas sangat erat hubungannya dengan pemberian layanan pendidikan yang bermutu, dan untuk mengetahui tingkat ketercapaian kualitas itu, maka sekolah berkualitas harus merujuk kepada PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standat Nasional Pendidikan di Indonesia meliputi : 1) standar isi, 2) standar kompetensi lulusan, 3) standar proses, 4) standar sarana dan prasarana, 5). Standar pengelolaan, 6). Standar pendidik dan tenaga kependidikan, 7) standar pembiayaan, dan 8) standar penilaian (Depdiknas, 2006).
Dari ke-8 standar itu kemudian akan dapat ditentukan apakah sekolah itu berkualitas dan bermutu, walaupun mutu bukan satu-satunya diukur dari ke-8 standar tersebut. Tercapainya kualitas dari kedelapan standar itu kemudian berujung kepada layanan pendidikan kepada peserta didik dan masyarakat serta stakeholder pendidikan sebagai bagian dari konsumen atau customer pendidikan.  
Sekolah sebagai institusi pendidikan, memiliki karakteristik sekolah berkualitas dan sekolah bermutu, sebagai alat ukur sederhana tercapainya mutu pendidikan dapat dilihat dari pelaksanaan operasi Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total Quality Management (TQM) yang dilaksanakan  dalam pendidikan. Menurut Sallis (2010), dengan indikator sebagai berikut :
  1. Terjadinya perbaikan yang terus meneru
  2. Perubahan kultur
  3. Organisasi terbalik
  4. Menjaga hubungan dengan pelanggan
  5. Kolega sebagai pelanggan
  6. Pemasaran internal
  7. Profesionalisme dan fokus pelanggan, dan
  8. Mutu pembelajaran

E.     Pendapat siswa dan orang tua terhadap guru yang baik dan berkualitas, serta keluhan orang tua dalam pelayanan pendidikan
Dari berbagai tanggapan siswa tentang guru yang baik dan berkualitas, serta orang tua siswa dalam hal menanggapi tentang sekolah yang berkualitas dalam konsep layanan pendidikan berdasarkan service marketing, dapat disimpulkan sebagai berikut :
a)      Guru yang baik menurut siswa
1.      Guru yang mampu memahami kebutuhan siswa sebagai orang yang membutuhkan belajar tanpa membedakan individu dan kelompok serta faktor-faktor lain yang membuat orang melakukan persepsi positif maupun negatif
2.      Guru yang menyenangkan siapa saja, baik siswa, sesama guru, dan antara guru dengan warganya dalam lingkungansekolah
3.      Guru yang selalu tersenyum dan empati terhadap siswa dan orang lain, menghargai kekurangan dan kelebihan individu atau kelompok serta selalu berpikiran positif
4.      Guru yang selalu berbagi pemikiran dan mampu mengajak orang lain untuk bekerjasama untuk kemajuan
b)      Guru yang berkualitas, yaitu :
1.      Guru yang mampu mentransfer ilmu pengetahuan, nilai-nilai, norma-norma dan prilaku baik kepada siswa sehingga siswa menjadi siswa yang berilmu dan bertagwa dan menghargai orang lain
2.      Guru yang mampu mengajar dengan menggunakan komponen dan fasilitas yang ada sehingga mampu menyenangkan dalam melakukan PBM
3.      Guru yang selalu menjadikan dirinya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman di era globalisasi dan kontemporer
4.      Guru yang mampu melaksanakan tugas dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta mampu membimbing siswa untuk maju dalam belajar
5.      Guru yang bertanggungjawab terhadap beban tugas yang dibebankan kepada dirinya sebagai guru profesional yang mampu memberikan layanan bermutu
6.      Guru yang mampu membawa perubahan positif kepada peserta didiknya sebagai bentuk implementasi dari peembelajaran yang dilakukannya.

c)      Sekolah yang baik dan berkualitas :
1.      Sekolah yang mampu memberdayakan semua unsur sekolah dalam kehiduan sehari-hari sehinggan menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan yang berujung kepada tercapaianya PBM yang optimal
2.      Tersedianya sarana dan prasarana pendidikan, dan penunjang pendidikan yang selalu terawat rapih dan berdaya guna
3.      Sekolah yang mampu memubuat siswa betah dan tenang dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien, yang berujung pada tercapainya tujuan sekolah secara keseluruhan
4.      Tersedianya fasilitas kesehatan, toilet, tempat olaahraga, ibadah serta kantin sehat yang akan berujung kepada terciptanya pelayanan pendidikan bermutu pada siswa.
5.      Sekolah yang mampu melakukan proses pelayanan pendidikan dan pembelajaran yang berujung kepada berhasilnya siswa dalam pembelajaran sehingga mampu bersaing dan berinovasi diluar sekolah, serta mampu diterima di tempat lain  outpun dan outcame yang mampu diterima ditempat lain tanpa diragukan kualitasnya.
6.      Sekolah yang mampu menvetak manusia cerdas, beriman dan berbudi pekerti luhur yang mampu bersaing dan berinovasi diluar sekolah.

F.     Penutup
Sekolah adalah lembaga pendidikan, yang memberikan layanan pendidikan kepada individu, kelompok dana masyarakat agar menjadi berilmu pengetahuan, cerdas, beriman dan bertaqwa serta berbudi pekerti luhur.
Sebagai konsep layanan pendidikan, ketercapaian layanan bermutu hanya dapat dilakukan oleh guru secara bersama-sama dengan warga sekola untuk menciptakan proses pendidikan yang berkualitas, sehingga nantinya akan menghasilkan produk yang bermutu.
Sebagai bentuk pelayanan jasa pendidikan, guru dan sekolah harus berkomitmen secara bersama-sama untuk membangun organisasi sekolah dengan dukungan sekitarnya sehingga menjadi institusi pendidikan yang mampu memberikan layanan berkualitas kepada masyarakat dalam pendidikan.
Bentuk pelayanan bermutu yang berkelanjutan terhadap penjaminan mutu, jika semua komponen sekolah mampu melakukan kegiatan penyelenggaraan pendidikan berkualitas dan bermutu sehingga produk jasa yang hasilkan memenuhi kualitas dan keinginan pelanggan. Tercapainya rasa kepuasan pelanggan atas pelayanan pendidikan yang diberikan merupakan cerminan telah terjadinya pelayanan pendidikan bermutu.

Daftar Pusataka :
Amtu, Onisimus (2011). Manajemen Pendidikan di Era Otonomi Daerah (Konsep, Strategi dan Implementasi), Bandung : Alfabeta.

Arcaro, Jerome S (1995). Quality in Education (Handbook). Florida : St. Lucia Press

Depdiknas RI (2006), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta : Depdiknas RI

Hanik, Umi Hj (2011). Implementasi TQM dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan. Semarang : RaSAIL Media Group

Sahertian, Piet (1995). Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta : Rhineka  Cipta

Sallis, Edward (2010).  TQM in Education (Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan. Yogyakarta : IRCiSoD

Umiarso, et.al (2011). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Yogyakarta : IRCiSoD

Usman, Husaini (2009).  Manajemen (teori, praktik dan riset pendidikan), Jakarta : Bumi Akara

USAID (2007).  Good Practices in Education Management (Contoh Yang Baik Dalam Bidang Manajemen Pendidikan). Jakarta : USAID.


----------------------------
            *) Garmawandi, adalah Mahasiswa Pasca Sarjana MM UGM Kelas Kemdiknas 2A
    Angkatan 2011